Serial Ciptaning Mintaraga Memiliki Pesan Untuk Mengalahkan Nafsu Bila Ingin Sukses Dalam Kehidupan
Surabaya – UPT Taman Budaya Surabaya bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulonprogo DIY menyelenggarakan panggung ekspresi yang diadakan di Gedung Kesenian Cak Durasim Gentengkali Surabaya Minggu (18/6).
Kepala UPT Taman Budaya, Ali Makruf dalam sambutannya mengatakan menghaturkan banyak terimaksih kepada Dinas Pariwisata Kulonprogo yang telah berkolaborasi dengan Disbudpar Jatim dan dilain kesempatan Disbudpar Jatim juga ingin bertandang ke Kulonprogo untuk berkolaborasi bersama. Sebelumnya, acara diawali dengan pertukaran cindramata antar kedua OPD yang membidangi pariwisata ini.
Kali ini pertunjukan menyajikan fragmentari Suroloyo Wrehaspati dalam Serial Ciptaning Mintaraga. Hasil karya Sutradara Herida Damarwulan. Yang memiliki pesan moral bahwa manusia harus bisa mengalahkan nafsunya apabila ingin sukses dalam hidupnya.
Karya inovatif dan edukatif ini terilhami dari folklor masyarakat tentang pertapaan Mintaraga di puncak Suroloyo, Samigaluh, Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dikisahkan Arjuna penengah Pandawa yang terkenal kesatria pilihan dewa, harus mengalami kekalahan melawan raksasa mamangmurka. Semar sebagai pamomong Pandawa memberikan wejangan kepada Arjuna tentang hakekat hidup bahwa manusia harus bisa “nutupi babahan hawa Sanga” yang ada dalam dirinya.
Arjuna sadar bahwa ternyata selama ini dia hanya mengandalkan hawa nafsu sehingga hal inilah yang menyebabkan Arjuna kalah dari Mamangmurka. Selanjutnya dengan dasar wejangan dari Ki Lurah Semar Arjuna menuju ke gunung Indrakila untuk bertapa.
Sesampainya di gua mintaraga yang terletak di gunung Indrakila Arjuna memuja semedi. Godaan silih berganti, namun niat kuat Arjuna tidak goyah, hingga akhirnya Bathara Indra turun ke dunia dan memberikan anugerah Arjuna berupa panah pasopati dan bergelar ciptaning mintaraga.
Berbekal Pasopati yang merupakan manifestasi dari kekuatan, tekad bulat Arjuna, akhirnya Arjuna (ciptaning mintaraga) berhasil mengalahkan Mamangmurka hingga Mamangmurka menjelma menjadi wraha (babi hutan) dan tewas terkena panah Arjuna.
Kemenangan Arjuna mengalahkan Mamangmurka menjadi teladan bahwa manusia hidup harus dapat mengendalikan hawa nafsu agar tercipta keseimbangan, keselamatan dan kebahagiaan. Pagelaran ini juga tak lepas dari kru yang ikut andil diantaranya adalah Penata Tari: Ghanang Jati Diaz Abadi, S.Pd Penata Iringan: Kelik Parjiyo Penata Artistik: Singgih Wibisana Penata busana: Fitrianah Qomariah, S.Pd. (utg)